Tahni'ah

Minggu, 06 Januari 2013

Pembahasan Singkat Kaidah الْيَقِيْنُ لاَ يُزَالُ بِالشَّكِّ

Kaidah Pokok Kedua:
الْيَقِيْنُ لاَ يُزَالُ بِالشَّكِّ
“Keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh keraguan”
Makna Kaidah
Kaidah ini mengandung pengertian bahwa segala sesuatu yang diketahui secara pasti atau yakin, baik mengenai keberadaannya maupun ketiadaannya, maka keyakinan tersebut tidak akan berubah hanya dengan adanya keragu-raguan, sebab sesuatu yang dibangun berdasarkan keyakinan tidak dapat dirubah kecuali dengan keyakinan yang serupa.

Pembahasan Singkat Kaidah الأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا


Kaidah Pokok Pertama:
 الأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا
“Hukum setiap perkara tergantung kepada maksudnya”     
Makna Kaidah
Makna yang terkandung dalam kaidah ini, bahwasanya penetapan hukum terhadap suatu perkara tergantung pada maksud yang menjadi tujuan perkara tersebut.

Biografi Singkat Imām al-Syāfi’ī dan Dasar-dasar Mażhabnya


Nasab, Tahun, dan Tempat Kelahiran
Nama lengkap Imām al-Syāfi’ī adalah Abū ‘Abdillah Muhammad ibn Idrīs ibn ‘Abbās ibn Syāfi’ī ibn Sā’ib ibn ‘Ubaid ibn Yazīd ibn Hāsyim ibn al-Muţţalib ibn ‘Abdi Manāf  ibn Quşay ibn Kilāb ibn Murrah ibn Ka’ab ibn Lu’ai al-Qurasyī. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasūlullāh saw pada ‘Abdu Manāf, sedangkan al-Muţţalib adalah saudaranya Hāsyim (bapaknya ‘Abdul Muţţalib). ‘Abdu Manāf ibn Quşay kakek kesembilan dari Imām al-Syāafi’ī juga merupakan kakek keempat dari Nabi Muhammad saw.

Jumat, 04 Januari 2013

الابتسامة اجمل هدية


عندما تستيقظ من النوم ابتسم واشكر الله على نعمة البقاء .. فلديك يوم في رصيد حياتك لتقضيه في طاعة الرحمن .. 
عندما ترى والديك أمامك ابتسم .. فهناك الكثير الذين انحرموا من نعمة الوالدين ..
عندما تتوجه إلى العمل أو الجامعة .. ابتسم فالبعض لا يملك رسوم الدراسة ولا يعمل
عندما تتذكر بعض الضغوطات التي مررت بها ... ابتسم لأنها مضت ولن تحدث مجددا إن شاء الرحمن...

نصيحة للدعاة



وينبغي للداعي أن يقدم فيما استدلوا به من القرآن؛ فإنه نور وهدى؛ ثم يجعل إمام الأئمة رسول الله ؛ ثم كلام الأئمة. ولا يخلو أمر الداعي من أمرين:

الأول:  أن يكون مجتهداً أو مقلداً، فالمجتهد ينظر في تصانيف المتقدمين من القرون الثلاثة، ثم يرجح ما ينبغي ترجيحه.

الثاني:  المقلد يقلد السلف ؛ إذ القرون المتقدمة أفضل مما بعدها. فإذا تبين هذا فنقول كما أمرنا ربنا: {قولُوا آمَنَّا باللهِ} إلى قوله: {مُسلمُون}، ونأمر بما أمرنا به؛ وننهى عما نهانا عنه في نص كتابه وعلى لسان نبيه ، كما قال تعالى}: وَما آتاكُمُ الرَسُولُ فَخُذُوه} الآية، فمبنى أحكام هذا الدين على ثلاثة أقسام:  الكتاب والسنة والإجماع...

لشيخ الاسلام ابن تيمية رحمه الله ...



Kamis, 03 Januari 2013

Demokrasi dan Pemilu


Demokrasi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos atau kratein berarti kekuasaan atau ”rakyat berkuasa” atau ”government or rule by the people”.[1] Dengan kata lain, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat; atau kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat.[2]

Sejarah Lahirnya al-Qawā’id al-Fiqhiyyah dan al-Qawā’id al-Khamsu


Berdasarkan tinjauan historisnya, kaidah-kaidah fiqh bukanlah merupakan hal baru dalam Islam. Kaidah-kaidah tersebut telah ada sebelum ia dikenal sebagai salah satu dari disiplin ilmu Islam (Islamic Studies), bahkan kaidah-kaidah fiqh itu tumbuh seiring sejalan dengan proses awal diturunkannya syari’at, sejak turunnya wahyu Allah SWT kepada Nabi saw, karena sesungguhnya di antara ayat-ayat al-Qur’ān dan Ḥadīś-ḥadīś Nabi saw ada yang merupakan kaidah, dari kaidah tersebut terpancar berbagai cabang dan permasalahan fiqh yang banyak. Sebagai contoh, Allah SWT berfirman dalam al-Qur’ān yang berbunyi:
“Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”.(QS. al-A’raaf (7):199).[1]

Urgensi al-Qawā’id al-Fiqhiyyah


Tidak dapat dipungkiri bahwasanya al-qawā’id al-fiqhiyyah merupakan suatu disiplin ilmu yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pengembangan wacana intelektual yang berkaitan dengan ilmu-ilmu keislaman, hal tersebut dapat dirasakan oleh orang-orang yang menggelutinya, di dalamnya terdapat sejumlah kaidah atau konsep, baik berupa konsep pokok atau asasi maupun konsep-konsep cabang yang merupakan hasil penjabaran dari konsep asasi tersebut, yang pada aplikasinya semua konsep itu dapat digunakan dalam memberikan interpretasi dalam berbagai wacana fiqh konservatif maupun kontemporer.

Perbedaan Antara al-Qawā’id al-Uşūliyyah, al-Qawā’id al-Fiqhiyyah, dan al-Ḍawābiţ al-Fiqhiyyah


Pembahasan mengenai fiqh dan uşūl fiqh tidak dapat terpisahkan dengan  kaidah-kaidah yang mendasari pembahasan tersebut, baik sebagai suatu metodologi yang menuju pada proses interpretasi naş, atau pun sebagai dasar pijakan yang membangun suatu pemahaman dan mendasari penerapan nilai-nilai fiqh tersebut. Di antara sekian banyak kaidah dalam wacana ilmu fiqh, terdapat kaidah-kaidah pokok yang mendasarinya, misalnya: al-Qawā’id al-Uşūliyyah, al-Qawā’id al-Fiqhiyyah, dan al-Ḍawābiţ al-Fiqhiyyah. Namun, sebelum membahas lebih jauh tentang perbedaan dari ketiga kaidah tersebut, terlebih dahulu kami memaparkan beberapa istilah yang sering muncul dalam pembahasan ini, yaitu istilah fiqh dan uşūl fiqh, sehingga tidak terjadi kerancuan dalam memahami kedua istilah tersebut.